Rabu, 28 September 2011

Teknologi terhadap perusahaan

Selama lebih dari 25 tahun terakhir, perekonomian dunia telah mengalami transisi dari ekonomi industri menuju ke ekonomi informasi. Dekade-dekade akhir abad ke-20 ini adalah masa yang sangat penting. Inilah kurun waktu yang menurut Alvin Toffler sejajar dengan masa awal Revolusi Industri. Jaman baru kehidupan manusia telah dimulai dengan revolusi di bidang informasi sehingga pada dekade dan milenia kemuka, faktor informasi , bukan seperti tanah dan modal yang akan menjadi pendorong penciptaan kekayaan dan kemakmuran. Di dalam perekonomian yang demikian, organisasi saling bersaing berdasar kemampuan di dalam memperoleh, memanipulasi, menginterprestasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Hanya organisasi yang kompetitif di bidang informasi yang bakal keluar sebagai pemenang (McGee et.al, 1993).
Revolusi informasi menyebabkan proses globalisasi berlangsung semakin cepat, dan mempunyai berbagai dampak pada kehidupan manusia. Dengan adanya teknologi informasi dunia semakin tidak mengenal batas antar negara dengan negara lainnya (borderless) dalam hal ini teknologi informasi telah mengaburkan batas-batas organisasi, pasar , dan masyarakat, mempersingkat batasan ruang dan waktu, serta menyederhanakan kompleksitas.
Teknologi Informasi telah mengubah cara kerja manusia, mulai dari cara berkomunikasi, cara memproduksi, cara mengkoordinasi, cara berpikir dan perubahan-perubahan besar telah terjadi, melalui pemanfaatan teknologi informasi di dalam berbagai sistem bisnis dan organisasi.
Lingkungan bisnis yang berubah dengan pesat sebagian besar disebabkan oleh penemuan dan implementasi teknologi informasi.

Dampak Teknologi Informasi terhadap Lingkungan Bisnis

Teknologi Informasi telah mampu mengubah lingkungan bisnis menjadi dinamis dan turbulent yang berinteraksi dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan transformasi bisnis dan organisasi. Berbagai studi dan penelitan telah menghasilkan rerangka untuk menjadi pedoman bagi bisnis dalam menyikapi dengan sebaik-baiknya teknologi tersebut.
Hammer dan Champy (1993), pencetus Bussiness Process Reengineering (BPR) yang akhir-akhir ini sangat populer, menegaskan bahwa teknologi informasi merupakan enabler yang tidak mungkin diabaikan oleh perusahaan yang akan menjalankan Bussiness Process Reengineering. Hammer dalam buku terbarunya bahkan mensinyalir bahwa lebih dari 90 persen perusahaan yang Bussiness Process Reengineering-nya tidak berhasil disebabkan oleh kesalahan tidak mengimplementasikan teknologi informasi sebagai enabler.
Memasuki dasawarsa 90-an ada dua teknologi yang terasa mewarnai lingkungan bisnis adalah teknologi informasi dan perancangan kembali proses bisnis (Davenport, 1990 dan 1993) dan Perkembangan teknologi informasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai perubahan tatanan hubungan bisnis sekarang. (Shanti, 1996).
Kalau diamati sejarah perkembangan organisasi, perkembangan teknologi ini telah pula membawa perubahannya secara pasti. Tahun 1970 kita hidup dengan organisasi berbentuk vertikal yang sangat sentralistis, terstruktur dan mengarah kepada pendekatan top-down. Tahun 1980-an, banyaknya kegiatan menuntut pelibatan yang lebih luas dari unsur-unsur organisasi yang tidak ditampung oleh organisasi vertikal. Muncullah organisasi matriks, lalu berkembanglah organisasi berbentuk horizontal dan jejaring dengan variasi menuju ke bentuk virtual (maya) dengan fokus pada pemberdayaan personilnya.
Bisnispun mengalami muka baru agar selamat keluar dari perubahan dalam Ekonomi digital ini. Maka perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruhnya sehingga muncul bisnis antarjejaring (internetworked bussiness). Ini berbeda sekali dengan keadaannya pada abad ke-20 bisnis antarjejaring dilandasi dari internetworked enterprise konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh Alliance for Converging Technologies.
Studi mengenai teknologi informasi yang cukup banyak dilakukan adalah akibat teknologi tersebut pada organisasi. Pakar manajemen Peter F. Drucker membandingkan perubahan organisasi dengan kontinum organisasi tahun 1870 dengan organisasi masa depan. Organisasi dengan ciri komando dan pengendalian yang disatukan oleh kulitnya. Perusahaan yang sekarang ini mulai muncul diorganisir di sekitar sebuah kerangka : informasi, keduanya merupakan sistem pengintegrasian dan artikulasinya (Drucker, 1995).
Penggunaan teknologi informasi sebagai enabler BPR. Banyak yang tidak menyadari bahwa BPR tersebut merupakan akibat dari perkembangan teknologi informasi (Hammer dan Champy, 1993).
Pengamatan yang dilakukan oleh Nolan dan Croson (1995) bahwa akibat perkembangan teknologi informasi akan terjadi transformasi organisasi secara besar-besaran yaitu suatu penghancuran kreatif entitas yang tua, hirarkis, dan fungsional dengan penggantinya, yaitu jaringan yang baru, fleksibel, dan dimampukan oelh teknologi industri. Mereka juga merekomendasi enam tahap blue-print untuk memanajemen transformasi dari prinsip-prinsip ekonomi industri lama ke prinsip-prinsip yang baru. Enam tahap tersebut adalah : pertama, downsize ; kedua, seek dynamic balance dengan mendistribusikan aliran kas bebasnya ke pemegang saham ; ketiga, kembangkan strategi akses pasar ; keempat, menjadi customer driven ; kelima, kembangkan strategy market foreclosure ; dan terakhir adalah pursue global scope.
Model transformasi organisasi yang diakibatkan oleh teknologi informasi ditawarkan juga oleh Henderson dan Venkatraman (1994). Dalam model yang di sebut dengan strategic alignment, model tersebut mempunyai empat domain pilihan stratejik : bussiness strategy, organizational infrastructures and processes, information technology strategy, dan information technology strategy and processes.
Bussiness Process Reengineering
Reengineering merupakan pemikiran kembali dan perancangan kembali secara lengkap terhadap proses bisnis yang fundamentalis untuk memperbaiki kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Perusahaan akan mempersingkat aliran-aliran proses-proses bisnis untuk meningkatkan efisiensi dengan menggunakan teknologi informasi. Teknologi informasi adalah faktor kritis dalam reengineering sistem-sistem dalam perusahan.
Hammer dan Champy mengemukakan empat elemen sebagai prinsip-prinsip reengineering, yaitu orientasi, ambisi, pengubahan peraturan, dan penggunaan secara kreatif teknologi informasi. Prinsip ambisi dan pengubahan peraturan bukanlah sesuatu yang baru dalam inovasi manajemen. Prinsip orientasi pada proses dan penggunaan teknologi informasi merupakan gagasan yang relatif baru dalam pembentukan struktur organisasi. Dekomposisi bisnis dengan proses-proses yang cross-functional merupakan aspek penting dan reengineering dan mempunyai pengaruh besar terhadap struktur organisasi dan pengembangan sistem informasi.
Teknologi informasi informasi berperan sebagai katalisator untuk pembentukan dan penyusunan kembali organisasi. Sebelumnya, teknologi informasi pada dasarnya melaksanakan struktur-struktur dan peraturan-peraturan bisnis yang ada, sehingga hanya memainkan peran yang pasif memperkuat struktur bisnis yang ada. Dalam reengineering, teknologi informasi berperan aktif sebagai agen perubahan secara dramatis untuk memperoleh perbaikan yang radikal kinerja organisasi, baik dalam kualitas, biaya, pelayanan, dan kecepatan. Teknologi baru yang sangat berarti dalam penerapan reengineering adalah Computer Aided Design (CAD), Computer Aided Manufacture(CAM), Statistical Process Control(SPC), Bar Coding, dan Document Imaging. CAD membantu dalam perancangan produk-produk baru dengan lebih cepat, lebih mudah dan melakukan simulasi secara elektronik. CAM meliputi perencanaan dan penjadwalan produksi, penanganan bahan secara otomatis, dan pengendalian mutu dengan bantuan komputer. CAM memperbaiki perencanaan proses produksi sehingga mampu mengurangi waktu pemanasan dan jumlah persediaan. SPC merupakan pengendalian proses secara statistik untuk memantau tingkat penyimpangan dari kualitas yang diinginkan sehingga masalah-masalah kulaitas produksi dapat dikurangi dengan cepat. Bar Coding digunakan untuk mengurangi resiko kesalahan pengumpulan data. Document Imaging memungkinkan penyimpangan semua kertas kerja untuk suatu fungsi tertentu.
Perencanaan strategis bisnis harus dibentuk dengan mempertimbangkan teknologi informasi sehingga teknologi informasi mampu menjadi salah satu keunggulan kompetitif dalam perencanaan strategis. Reengineering membutuhkan penggunaan secara kreatif teknologi informasi. Reengineering akan sulit dilaksanakan jika tanpa memanfaatkan kemampuan teknologi informasi secara maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar